Membina rumah tangga mengharuskan saya untuk berpisah dari orang tua. Awalnya memang terasa kurang nyaman. Bagaimana tidak, setelah sekian lama berkumpul dengan orang tua, kini saya harus mampu mandiri. Mau tak mau, jika sudah berkeluarga, memang sebaiknya tinggal terpisah dari orang tua, ya.
Berpindah dari pedesaan ke kota membuat saya kehilangan pemandangan yang sejuk. Di desa disuguhi alam ijo royo-royo. Sementara, di kota lahan persawahan makin habis. Terkikis menjadi bangunan perumahan. Konon, rumah yang saya tempati ini pun awalnya adalah sebuah lahan pertanian.
๐ฒ๐ฒ๐ฒ
Pantas saja, udara kota Malang yang dulu dingin menggigit, kini sedikit menjadi gerah. Dahulu kipas angin di rumah jarang terpakai. Sekarang, benda yang satu ini sering berjasa mengusir hawa panas.
Namun, saat melintas di ujung kompleks, tak sengaja mata saya tertumbuk pada sebuah lahan hijau. Jalan ini memang sudah lama tidak saya lewati. Kavling kosong ini, beberapa bulan lalu terlihat kumuh karena dijadikan tempat pembuangan sampah oleh oknum tak bertanggung-jawab.
Olala, kini kondisi tersebut berubah drastis. Layaknya di desa, tanah ini telah disulap menjadi sebuah tegal. Lahan tidur itu kini sudah ditumbuhi aneka sayuran. Wow, kreatif bener, nih, pemiliknya. Mata saya jadi seger melihat hijaunya tanaman terung, kacang panjang, singkong, ditambah variasi warna merah cabe.
Usut punya usut, ternyata oknum bertangan dingin yang telah berhasil menyulap lahan ini adalah lelaki renta yang sering terlihat salat berjamaah di masjid kompleks. Ah, saya makin penasaran dengan sosok beliau.
Namanya Pak Kawit, tetapi warga kompleks sering memanggilnya Pak Bendot karena wajahnya mirip dengan tokoh yang terdapat dalam sinetron si Doel๐. Beliau tinggal di gubug yang didirikannya di sudut lahan. Meski telah berusia 80 tahun, sosoknya masih terlihat gahar. Perjuangan hidup yang dilakoninya membuat fisiknya terlihat lebih muda dari usianya. Walaupun telah lanjut usia dan ditinggal sang istri menghadap Sang Khalik, beliau enggan menggantungkan hidup kepada anak-anaknya. Uh, sosok yang tangguh!
Tanah yang diolah adalah milik seorang pejabat yang telah bertahun-tahun menjadi majikannya.
"Daripada lahan ini nganggur, lebih baik saya jadikan kebun supaya bermanfaat," kata beliau simpel.
Berawal dari pemikiran sederhana itu, tanpa disadari beliau sudah menebarkan manfaat besar. Kompleks tempat saya tinggal menjadi bertambah 'paru-parunya'. Buat Pak Kawit sendiri, hasil dari kebun ini dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan karena setiap panen, warga kompleks akan berbondong-bondong membeli karena harga lebih murah.
Dari sosok Pak Kawit, saya dapatkan banyak pelajaran. Usia renta bukanlah halangan untuk tetap berdaya. Hidup enggak perlu ribet, cukup dengan perbanyak ibadah serta menebar manfaat. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang dapat bermanfaat untuk orang lain? Setujukah, Readers?
Salam blogger
Olala, kini kondisi tersebut berubah drastis. Layaknya di desa, tanah ini telah disulap menjadi sebuah tegal. Lahan tidur itu kini sudah ditumbuhi aneka sayuran. Wow, kreatif bener, nih, pemiliknya. Mata saya jadi seger melihat hijaunya tanaman terung, kacang panjang, singkong, ditambah variasi warna merah cabe.
![]() |
Mulai menanam benih lagi |
Usut punya usut, ternyata oknum bertangan dingin yang telah berhasil menyulap lahan ini adalah lelaki renta yang sering terlihat salat berjamaah di masjid kompleks. Ah, saya makin penasaran dengan sosok beliau.
Namanya Pak Kawit, tetapi warga kompleks sering memanggilnya Pak Bendot karena wajahnya mirip dengan tokoh yang terdapat dalam sinetron si Doel๐. Beliau tinggal di gubug yang didirikannya di sudut lahan. Meski telah berusia 80 tahun, sosoknya masih terlihat gahar. Perjuangan hidup yang dilakoninya membuat fisiknya terlihat lebih muda dari usianya. Walaupun telah lanjut usia dan ditinggal sang istri menghadap Sang Khalik, beliau enggan menggantungkan hidup kepada anak-anaknya. Uh, sosok yang tangguh!
Tanah yang diolah adalah milik seorang pejabat yang telah bertahun-tahun menjadi majikannya.
"Daripada lahan ini nganggur, lebih baik saya jadikan kebun supaya bermanfaat," kata beliau simpel.
Berawal dari pemikiran sederhana itu, tanpa disadari beliau sudah menebarkan manfaat besar. Kompleks tempat saya tinggal menjadi bertambah 'paru-parunya'. Buat Pak Kawit sendiri, hasil dari kebun ini dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan karena setiap panen, warga kompleks akan berbondong-bondong membeli karena harga lebih murah.
![]() |
Yeay, panen! |
Dari sosok Pak Kawit, saya dapatkan banyak pelajaran. Usia renta bukanlah halangan untuk tetap berdaya. Hidup enggak perlu ribet, cukup dengan perbanyak ibadah serta menebar manfaat. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang dapat bermanfaat untuk orang lain? Setujukah, Readers?
Salam blogger