![]() |
Pixabay |
Ketika saya mulai belajar mengeja abjad demi abjad, hobi membaca mulai terbit. Sejak SD suka banget menyambangi perpustakaan. Saat merangkai kalimat dalam sebuah buku, seakan-akan saya ikut mengembara di dalam ceritanya.
Jika ada ilustrasi cover serta judul sebuah buku yang menarik, selalu menggoda saya untuk membacanya. Apalagi, ketika menemukan blurb yang membuat penasaran, pasti sudah saya comot buku tersebut tanpa melihat siapa penulisnya.
Menyaksikan pengunjung perpustakaan atau sebuah toko buku yang membludak, membuat saya bermimpi. Ah, andai saja nama yang tertera di salah satu buku yang terpajang adalah nama saya, pasti bahagia sekali. Namun, rasanya enggak mungkin bisa. Begitu pikir saya berpuluh-puluh tahun yang lalu.
Apalagi, setelah memasuki jenjang pernikahan dan terjun sebagai full time mom, mimpi di siang bolong itu seakan terkubur begitu saja. Saya asyik berkutat dengan harumnya popok si kecil.
Setelah anak-anak tumbuh, mulailah bisa sedikit meluangkan waktu untuk bermedsos ria. Mimpi saya terbit lagi ketika melihat foto selfie emak-emak memegang buku hasil karyanya seliweran di medsos. Wow, hebat banget mereka. Mungkinkah saya juga bisa?
Alhamdulillah bisa berkenalan dengan medsos. Ternyata, banyak sekali website yang menawarkan pelatihan menulis onlen. Tak jarang ada beberapa penulis senior yang berbaik hati membagikan ilmunya cuma-cuma. Tanpa ba bi bu, saya pun langsung ikutan gabung.
Mengikuti pelatihan menulis membuat saya sedikit melek literasi. Meski dengan loading agak lama dikarenakan faktor 'U', akhirnya ada beberapa artikel yang saya buat berhasil tayang di sebuah media onlen. Wow, excited banget rasanya.
Setelah berhasil membuat artikel, saya mengikuti training menulis cerita anak. Keberanian untuk ikut menerbitkan beberapa antologi mulai timbul. Meski bukan buku solo, lumayan senang juga melihat nama sendiri terpampang di sebuah buku berjejer dengan penulis lain.
Seringnya menerbitkan antologi membuat kemampuan menulis cerita semakin terasah, meski terkadang ide hilang entah ke mana. Alhamdulillah, ada seorang penulis senior yang bersedia mengoreksi outline yang saya susun. Saya semakin PeDe untuk mengirimkan outline ke penerbit.
Setelah browsing dan berhasil mengantongi beberapa email penerbit, saya pun memberanikan diri untuk menawarkan kumpulan 10 cerita pertama anak yang saya buat. Awalnya, saya mengirimkan naskah dengan tujuan penerbit mayor. Alhamdulillah, setelah menunggu beberapa bulan dengan perasaan tak menentu, ternyata, naskah saya ditolak mentah-mentah😥. Kecewa, sudah pasti. Hopeless, sedikit. Rasanya minder juga mengirimkan naskah ke penerbit mayor lagi.
Untuk itu, saya ada beberapa tips receh untuk Readers yang ingin mengirimkan naskah ke penerbit.
Akhirnya, atas info dari seorang sahabat, naskah saya kirim ke penerbit semi mayor. Alhamdulillah, setelah satu bulan naskah di acc. Ternyata, setelah naskah diterima, untuk terbit menjadi sebuah buku tak secepat yang saya kira. Di sinilah kesabaran diuji lagi. Tepat di penghujung tahun buku saya pun terbit.
Wow, ini hadiah terindah dan motivasi buat saya untuk terus berkarya di tahun baru. Berharap kelak dapat terbit mayor. Hmm, apakah Readers juga pernah mengalami hal serupa? Share, yuk!
Apalagi, setelah memasuki jenjang pernikahan dan terjun sebagai full time mom, mimpi di siang bolong itu seakan terkubur begitu saja. Saya asyik berkutat dengan harumnya popok si kecil.
![]() |
Pixabay |
Setelah anak-anak tumbuh, mulailah bisa sedikit meluangkan waktu untuk bermedsos ria. Mimpi saya terbit lagi ketika melihat foto selfie emak-emak memegang buku hasil karyanya seliweran di medsos. Wow, hebat banget mereka. Mungkinkah saya juga bisa?
♥♥♥♥♥♥
Alhamdulillah bisa berkenalan dengan medsos. Ternyata, banyak sekali website yang menawarkan pelatihan menulis onlen. Tak jarang ada beberapa penulis senior yang berbaik hati membagikan ilmunya cuma-cuma. Tanpa ba bi bu, saya pun langsung ikutan gabung.
Mengikuti pelatihan menulis membuat saya sedikit melek literasi. Meski dengan loading agak lama dikarenakan faktor 'U', akhirnya ada beberapa artikel yang saya buat berhasil tayang di sebuah media onlen. Wow, excited banget rasanya.
![]() |
Pixabay |
Setelah berhasil membuat artikel, saya mengikuti training menulis cerita anak. Keberanian untuk ikut menerbitkan beberapa antologi mulai timbul. Meski bukan buku solo, lumayan senang juga melihat nama sendiri terpampang di sebuah buku berjejer dengan penulis lain.
Seringnya menerbitkan antologi membuat kemampuan menulis cerita semakin terasah, meski terkadang ide hilang entah ke mana. Alhamdulillah, ada seorang penulis senior yang bersedia mengoreksi outline yang saya susun. Saya semakin PeDe untuk mengirimkan outline ke penerbit.
Setelah browsing dan berhasil mengantongi beberapa email penerbit, saya pun memberanikan diri untuk menawarkan kumpulan 10 cerita pertama anak yang saya buat. Awalnya, saya mengirimkan naskah dengan tujuan penerbit mayor. Alhamdulillah, setelah menunggu beberapa bulan dengan perasaan tak menentu, ternyata, naskah saya ditolak mentah-mentah😥. Kecewa, sudah pasti. Hopeless, sedikit. Rasanya minder juga mengirimkan naskah ke penerbit mayor lagi.
Untuk itu, saya ada beberapa tips receh untuk Readers yang ingin mengirimkan naskah ke penerbit.
- Buat naskah terbaik semampunya. Alangkah baiknya jika sebelumnya mencari tahu style naskah yang disukai penerbit yang dituju. Bisa dengan menyambangi toko buku, ya.
- Setelah mengirimkan naskah, lupakan dan buat karya lagi.
- Cek, jika sudah tiga sampai enam bulan tak kunjung dapat kabar, tarik naskah (dengan mengirim email penarikan) sebagai bukti. Segera kirim ke penerbit atau media lain.
- Banyak berdoa😍
![]() |
Rasanya kayak nemu durian runtuh |
Akhirnya, atas info dari seorang sahabat, naskah saya kirim ke penerbit semi mayor. Alhamdulillah, setelah satu bulan naskah di acc. Ternyata, setelah naskah diterima, untuk terbit menjadi sebuah buku tak secepat yang saya kira. Di sinilah kesabaran diuji lagi. Tepat di penghujung tahun buku saya pun terbit.
![]() |
Penampakan buku solo saya yang pertama |
Wow, ini hadiah terindah dan motivasi buat saya untuk terus berkarya di tahun baru. Berharap kelak dapat terbit mayor. Hmm, apakah Readers juga pernah mengalami hal serupa? Share, yuk!
Wah.. keren mbak.. saya lagi proses ngajuin tema ke penerbit katanya lagi antri dipresentasikan editor.. saya harap-harap cemas, tapi semoga Alloh kasih kesempatan
ReplyDeleteWow, semoga di acc ya, mbak. Semangat!
DeletePenerbit semi mayor apa sih mba? Dijual di toko buku juga kah?
ReplyDeleteInfo yang saya dapat gitu mb. Nampang di toko juga.
DeleteAlhamdulillah. Perjuangan tak sia². Menunggu terbit tuuuh nano-nano rasanya.
ReplyDeleteSelamat yaa Mbak...
Terimakasih Bunda, bener bun, rasanya manis, asem, asin, hihi
DeleteAlhamdulillah..Barakallah untuk bukunya. Saya pesan kalau sudah terbit nanti ya Mbak
ReplyDeleteAlhamdulillah, boleh mb, terimakasih mb dian.
DeleteWah, sudah terbit buku solo aja, selamat ya. Yang aku dengar memang menerbitkan buku butuh kesabaran. Termasuk dalam penjualannya butuh upaya dari penulis juga
ReplyDeleteBetul mb, kerjasama penulis sama penerbit.
DeleteSelamat ya mb... moga makin sukses di tahun baru. Pengen juga buat buku solo 😊
ReplyDeleteAamiin3, ayuk semangat mb
DeleteSudah keren tuh mbak. Buku saya malah terbit indie. Tapi apapun itu yang penting semangat menulis terus dipupuk.
ReplyDeleteWow, keren mb. Enggak masalah mau terbit indie ato mayor, yang penting semangat terus berkarya.
DeleteWow keren mba Sri, bisa mewujudkan mimpi.. terima kasih tipsnya. Bermanfaat sekali 😊
ReplyDeleteSami-sami mb, masih receh tipsnya😊
DeleteWah Bunda hebattttt bangetttt. Selamat ya. Sukses terus buat mba ya. Aku juga pengen punya buku solo nama sendiri. Pengen nulis tentang anak berkebutuhan khusus. Tapi sayangnya belum bisa untuk waktunya. Masih fokus ke blogger
ReplyDeleteMasih belum kayak bunda yeni, jauuh atuh. Semoga kelak terwujud buku solonya, mb.
DeleteWaah....keren, alhamdulillah antalogi sudah lumayan banyak. Untuk buku solo 3 th baru dilirik penerbit indie. Semoga bisa tembus penerbit mayor..hehhe
ReplyDeleteSukses ya Mba
Sukses juga buat bunda Sri, terimakasih bun.
DeleteSubhanallah, selamat ya mbak, semoga bukunya laris manis, owh, saya baru tahu ada penerbit semi mayor
ReplyDeleteKayaknya bedanya hanya di royalti mbak. Hihi
DeleteWaah keren banget bunda.. antologi saya yang pertama saja belum juga terbit. Deg2an nih nunggu lahiran yamg pertama. Semoga next bisa bikin buku solo sendiri yah
ReplyDeleteAamiin, semoga segera terkabul terbit solo mb, semangat .
DeleteWah, keren selamat ya mbak, semoga laris manis. Kalau semi mayor tuh kasih royalti setelah penjualan kah?
ReplyDeleteTerimakasih mb, kalo saya dapat sample buku terbit. Royalti dari hasil kita jual bukunya mb, ada disc 50% dari harga jual. Enggak jualan jg ga papa. Khusus terbit dengan huruf braile dan digital baru ada royalti (kata penerbitnya, hehe)
ReplyDeleteMantap mbak. Sudah ada buku solo, mayor lagi. Semoga saya menyusul
ReplyDeleteWih, mb emmy mah sudah banyak jg solonya, kan, hebatt
DeleteLuar bias, Bu
ReplyDeleteWanita pengorbananny luar biasa y bu
Alhamdulillah kalau sekarang sudah eksis lagi
Langsung nelorin karya pula
Alhamdulillab
Nggeh mb, alhamdulillah terimakasih ya
Delete